Rustam Halim : Terbiasa, Praktik Politik Uang Kemutlakan
KETAPANG – Praktik politik uang dalam pemlihan kepala daerah (Pilkada) Bupati dan Wakil Bupati tidak bisa dilepaskan apalagi dihilangkan sama sekali sebab sudah terjadi bertahun-tahun, apalagi belum lama ini pada pemilihan anggota legislatif (Pileg) bulan Februari 2024 praktik “amplop berisi uang”,”serangan fajar” semakin menjadi-jadi bahkan terang-terangan serta brutal.
“Sejak awal praktik politik uang sudah diajarkan oleh para pemilik kepentingan dalam Pemilu untuk meraup suara sebanyak-banyaknya sehingga sangat mustahil praktik politik uang dapat dihilangkan,’’kata Rustam Halim,S.H.,M.A.P.,M.Sos, Pemerhati Hukum dan Politik di Ketapang kepada awak media.
Menurut Rustam, kondisi demikian sesungguhnya memprihatinkan sebab bertolakbelakang dengan spirit berdemokrasi dalam menentukan pemimpin di daerah dalam ajang Pilkada maupun menentukan wakil rakyat di Pileg.
”Pastinya bertentangan dengan keinginan mewujudkan demokrasi, yakni memilih pemimpin dan wakil rakyat sesuai hati nurani, bukan karena faktor uang. Bagi yang terpilih tidak menanggung beban hutang. Selain itu dapat berjuang secara maksimal dan pro terhadap kepentingan masyarakat luas,”pungkasnya.
Tidak dapat dipungkiri, lanjutnya,praktik politik uang juga sudah dianggap hal biasa oleh masyarakat sehingga kurang pas jika dalam setiap pesta demokrasi tanpa ada amplop berisi uang /serangan fajar.
”Sudah menjadi kebiasaan, susah dihilangkan sehingga ada sebuah sebutan yang biasa didengar “nomor piro, wani piro (NPWP), nomor berapa dan berapa duitnya,”kata Rustam.
Ditanya sanksi praktik politk uang dalam pelaksanaan Pilkada, Rustam mengatakan telah diatur dalam pasal 187 A ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada. Pada intinya pasangan yang berjanji ataupun memberikan uang atau materi lainnya, baik pemberi dan penerima dikenakan saksi pidana 36 bulan sampai dengan 72 bulan dan atau denda Rp.200 juta dan Rp.1 Miliar.
“Aturanya sudah ada, tinggal sanksinya ditegakkan saja oleh Bawaslu. Sikap tegas Bawaslu tentu sangat diharapkan, sebab tidak ada gunanya aturan yang dibuat, tatkala dilanggar tanpa ada saksi yang tegas,”kata Rustam.
Salah satu upaya yang dilakukan oleh “wasit” dalam Pilkda yakni Bawaslu hendaknya melakukan sosialisasi kepada masyarakat baik secara langsung melalui kampanye media luar ruangan terhadap adanya praktik politik uang dengan cara menolak praktik politik uang beserta dampak negatifnya dalam ajang pemilihan kepala daerah.
”Saya menilai masih minim sosialisasi maupun penggunaan kampanye anti politik uang melalui media outdoor, padahal upaya tersebut sebagai langkah penting mengantisipasi sebelum terjadinya praktik politik uang,” kata Pengacara itu.
Pemantauan harus dilakukan oleh Bawaslu di semua tingkatan secara maksimal sehingga memperkecil ruang gerak tim pasangan calon dalam melancarkan aksi pemberian politik uang.
”Semakin maksimal pengawasan, semakin kecil kemungkinan praktik politik uang. Pengawasan terus menerus dilakukan sebab semakin mendekati hari pencoblokan potensi praktik politik uang semakin lebar,”kata alumni Magister Ilmu Politik Fisip Untan itu.
Peranan Sentral Penegakan Hukum Terpadu (Sentra Gakumdu) harus dimaksimalkan sebab dengan adanya Sentra Gakkumdu, tugas Bawaslu terbantu karena adanya penegak hukum di dalam Sentra Gakumdu.
”Kerjasama yang sinergi itu dapat meringankan tugas pokok pengawas sebab pengawas harus dibackup oleh aparat penegak hukum,”katanya.
Dirinya menilai, untuk menindak pelaku politik uang bukan hal yang mudah sebab kembali pada keberanian Bawaslu untuk memproses apabila terjadi pelanggaran.Pengawas pemilu bukan aparat penegak hukum sehingga belum maksimal dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya.
“Amanah undang-undang Bawaslu harus menegakkan aturan, maka tugas tersebut harus dilaksanakan, apapun resikonya sebab saat mengucapkan sumpah, Bawaslu harus menegakkan hukum,”kata Rustam.***(r/k65news).
Editor : M. Fahrozi.
_______________
“MENGUTIP SEBAGIAN ATAU SELURUH ISI PORTAL INI HARUS MENDAPAT IZIN TERTULIS DARI REDAKSI, HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG”