WARTAWAN KANTOR BERITA ONLINE KABAR65NEWS.COM DALAM MELAKSANAKAN TUGAS JURNALISTIK DILENGKAPI DENGAN KARTU PERS RESMI DAN NAMANYA TERDAFTAR DIBOX REDAKSI

Kabar65News

Menembus Peradaban

Media Sosial Versus Media Syok-Sial

Oleh : Ozzy SS, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Komite Wartawan Reformasi Indonesia (KWRI)/Sekjen Majelis Pers

TECHNOLOGY “Media Sosial” merupakan fenomena zaman yang berdampak sosial. Mau tidak mau akan tumbuh dan berkembang bagai jamur dimusim hujan, gugur satu tumbuh seribu, pada setiap Individu, Masyarakat, Bangsa atau Sebuah Negara.

Apalagi pada sebuah bangsa yang sedang membangun dirinya dengan menerapkan sistem ekonomi pasar, faktanya terjadi sangat signifikan “Rising-Demand”. Peminat membludak-pesat dan sesak-menyesakkan.

Jadi kita tidak perlu berkeok-keok atau menggong-gong gong-gong didalam memberantas “Media Sosial” bernuansa kritik yang diangap negatif, propokatif, kebencian “HOAX” secara total melalui penerapan hukum diera demokrasi dengan bonus demografi, artinya para pengguna “Media Sosial” saat ini lebih banyak didominasi oleh kalangan Kaum Millenial yang penuh dengan kritis.

Karna yang dikriminalkan alam pemikiran, terlebih-lagi dipidanakan dengan menggunakan Prinsip Aad Libitium “Sesuka Hati, Mana Suka” untuk kepentingan Penguasa dengan Pilih-pilih Tebu dan Bisik-Bisik Tetangga, itu adalah sebuah keniscayaan, sama saja mengusik rasa ketidakadilan bagi masyarakat karna demokrasi membutuhkan transparansi, integritas dan akuntabiltas.

Alangkah arif dan bijaknya, jikalau kita mau mencoba memahami bahwa “Media Sosial” ini dengan fikiran-fikiran jernih alias menggunakan akal sehat dan waras agar energi bangsa ini tidak terkuras.

Tentu kita sepakat, bahwa informasi busuk menyesatkan, yang berkembang dan tidak mencerdaskan, patut kita waspadai dan sebisa mungkin dibendung didalam penyebarannya.

Pertanyaannya, mana yang patut harus kita waspadai, apakah “Media Sosial” para buzzer relawan penguasa sebagai pencitraan yang justru seharusnya berperan sebagai Counter-Value bukan “Counter-Prankster” dan sebagai upaya untuk mereduksi efek-efek negatif.

Atau “Media Sosial” ala “Trompet Rakyat”, yaitu sebuah Refleksi Suara Kebathinan Rakyat itu sendiri dengan kemurniannya sebagai “Counter-Value” wujud dari perjuangan Bambu Runcing 1945 yang mengais keadilan…

Bisa jadi mungkin cermin sosial masyarakat kita yang sudah “Defisit Akal Sehat” yang krisis etika dan moralitasnya dengan perut keroncongan berisikan gembel-gembel demo dengan lagu nyanyian “Orkes Kampungan”.

Sadar atau dengan tujuan yang sadar, kalau kita mau menyadari dan mau menganalisa secara jujur, bahwa sesungguhnya telah terjadi kerusakan karakter mentalitas bangsa ini. Akibatnya bangsa kita saat ini menjadi bangsa yang terpuruk, kurang beradab, kurang bermoral, bahkan menjunjung tinggi “Nilai-Nilai Kejahatan”.

Sebuah “Bangsa” yang karakternya rusak, hanya akan mampu menghasilkan, hanya akan mampu memanifestasikan, Para Pemimpin, Para Elite Politik, Para Golongan, yang Dekadensi kehilangan Patriotisme, Nasionalisme tentu harga diri sebuah bangsa yang memiliki harkat bermartabat yang berdaulat, sesuai pengamalan Pancasila dan UUD 1945, itulah sejatinya bangsa Indonesia yang berbudi luhur penuh tafakur.

Kita sering melihat dan medengar “Mereka” berbicara atas nama Rakyat, untuk Rakyat dan Demi Rakyat dengan jargon menjual Kemiskinan dan Penderitaan Rakyat tapi hanya untuk menipu sesama, maka saatnya jangan percaya “Politikus Busuk” kalo bicara mulutnya “Bau Zamban”, “Bukan Harum” yang dihasilkan, “Tapi Bau Yang Memualkan”.

Ada juga “Mereka” berbicara atas nama Agama, untuk Agama, demi Agama dibawah Keagungan Tuhan, seolah hanya dirinya saja yang masuk Syurga. Dengan menjual ayat-ayat suci, Dalil dan Kaidah-Kaidah kebenaran dengan memutar balikkan untuk pembenaran yang keliru, yang ada hanya sebuah kemunafikan dan penistaan karna sebuah jabatan.

Tanpa sadar, bahwa bangsa kita saat ini sudah terjangkit Epidemi “Virus Hipokritisme” yang penuh kepura puraan dan kemunafikan, atau “Paradoks Global” yang seolah-olah benar namun secara esensial tidak ada nilai kebenaran hakiki. Hal itu justru lebih berbahaya dari pada Virus Covid 19 yang mematikan itu.

Inilah sesungguhnya “Revolusi Mental” bukan “Revolusi Dangkal” yang sering digembar gemborkan para pesohor yang mabok kebanyakan molor.

Jadi, jangan sampai technologi “Media Sosial” sebagai sarana kreatifitas dan aktualitas bagi masyarakat itu justru berubah menjadi “Media Syok-Sial”.***(r/k65news).

Editor  : Adjie Saputra

_______________

“MENGUTIP SEBAGIAN ATAU SELURUH ISI PORTAL INI HARUS MENDAPAT IZIN TERTULIS DARI REDAKSI, HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *